Pages

Teori Teori dalam Sosiologi

Sabtu, 27 September 2014



Ada banyak teori dalam sosiologi seperti dalam disiplin ilmu lainnya. Menjadi suatu hal yang rumit bagi yang mempelajari sosiologi. Teori sosiologi menjelaskan fenomena  yang menarik di  area studi spesialis. Dan seringkali keliru untuk memakai  asal dari teori tersebut. Berikut adalah daftar kemungkinan teori-teori sosiologi populer, yang dapat digunakan untuk membantu anda memulai mencari kemungkinan teorisosiologis yang berlaku untuk topik makalah anda. Daftar ini tidak komprehensif dan sangat terbatas. Yang perlu diingat, cara termudah untuk mengidentifikasi teori untuk diterapkan dalam makalah anda adalah dengan 


mereview atau mengulas buku-buku sosiologi yang sesuai dengan  subyek makalah anda, sumber buku yang baik akan menawarkanbeberapa diantaranya !

Activity Theory
Anomie Theory
Bonding Theory
Broken Windows Theory
Collective Action Theories
Conflict Theory
Consensus Theory
Containment Theory
Critical Theory
Cultural Transmission Theory
Culture Conflict Theory
Culture Of Poverty Theory
Culture Theory
Delinquent Subculture Theory
Deprivation Theory
Deviant Place Hypothesis
Differential Association Theory
Differential Opportunity
Differential Reinforcement Theory
Disengagement Theory
Dramaturgical Theory
Feminist Theory
Feminist Theory
Frame Analysis Theory
Functionalist Theory
General Strain Theory
Grounded Theory
Interpretive Sociological Theory
Labeling Theory
Marxist Theory
Mass Society Theory
Neutralization And Drift Theory
New Social Movement Theory
Opportunity Theory
Political Process Theory
Political Process Theory
Primordial Theory
Radical Theory
Rational Choice Theory
Rationalization Of Society
Relative Deprivation Theory
Resource Mobilization Theory
Routine Activity Theory
Social Behavioralism
Social Constructionism
Social Control Theory
Social Disorganization Theory
Social Epidemiology
Social Learning Theory
Social Phenomenological Theory
Social Structure Theory
Sociological Positivism
Structural Functionalism
Symbolic Interactionism Theory
ValueAdded Theory
Voluntarism Theory
Weberian Conflict Theory
World Systems Theory

Sejarah Perkembangan Sosiologi di Indonesia

Selasa, 23 September 2014



Selama pertengahan tahun 1900-an, perkembangan sosiologi memasuki tahap modern. Ciri utama sosiologi modern adalah terjadinya spesialisasi terus-menerus pada bidang ilmu ini. Para sosiolog berpindah dari mempelajari kondisi-kondisi sosial secara menyeluruh menuju pengkajian kelompok-kelompok khusus atau tipe-tipe komunitas dalam suatu masyarakat, misalnya para pengelola bisnis, para pembuat rumah, geng-geng di jalanan, perubahan gaya hidup, kondisi sosial, perkembangan budaya, pergerakan pemuda, pergerakan kaum wanita, tingkah laku sosial, dan kelompok-kelompok sosial. Para ahli sosiologi mengembangkan lebih jauh metode riset ilmiah, penerapan metode eksperimen terkontrol, dan menggunakan komputer untuk meningkatkan efisiensi dalam menghitung hasil survei. Cara-cara penentuan sampel penelitian semakin disempurnakan, sehingga mendukung kesimpulan yang makin terpercaya secara ilmiah.

Sosiologi lahir di masyarakat barat, sehingga kebanyakan konsepnya berdasarkan realita sosial dari kehidupan masyarakat barat. Pada awalnya, sosiolog Indonesia menjiplak apa adanya pemikiran sosiolog barat, namun setelah disadari, tidak sepenuhnya konsep-konsep barat itu dapat diterapkan di Indonesia. Mulailah kajian sosiologi di Indonesia didasarkan pada realita di Tanah Air. Sejarah perkembangan pemikiran sosiologi di Indonesia dapat dilihat dari pemikiran para pujangga dan pemimpin Indonesia di masa lalu. Salah satunya adalah Wulang Reh karya Sri Paduka Mangkunegoro IV dari Surakarta yang mengajarkan tata hubungan antara anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan yang berbeda-beda. Tokoh lainnya, Ki Hajar Dewantara, juga menyumbangkan konsep-konsep mengenai kepemimpinan dan kekeluargaan di Indonesia yang dipraktikkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa. Keduanya membuktikan bahwa unsur-unsur sosiologi sudah ada, meskipun tidak murni sosiologi. Persinggungan masyarakat Indonesia dengan dunia barat, terjadi melalui zaman penjajahan Belanda. Pada zaman ini, banyak karya dari sarjana Belanda yang mengambil masyarakat Indonesia sebagai pusat kajiannya, misalnya Snouck Hurgronje, van Vollenhoven, dan Ter Haar yang menulis tentang keadaan sosial di Indonesia saat itu, walaupun demi kepentingan penjajahan. Sekolah TinggiHukum (Rechtchogeschool) di Jakarta pernah menjadi satu-satunya lembaga perguruan tinggi yang mengajarkan sosiologi di Indonesia sebelum akhirnya dihentikan pada tahun 1934-1935.

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Prof. Mr. Soenario Kolopaking pertama kali memberikan kuliah sosiologi pada tahun 1948 di Akademi Ilmu Politik Yogyakarta (sekarang menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada). Beliau memberikan kuliah dalam bahasa Indonesia, hal itu merupakan sesuatu yang baru karena sebelumnya kuliah-kuliah diberikan dalam bahasa Belanda. Mulai tahun 1950, semakin banyak masyarakat Indonesia yang mempelajari sosiologi secara khusus sebagai ilmu pengetahuan sehingga tidak hanya menjadikan sosiologi semakin berkembang di Indonesia, tetapi sekaligus membawa perubahan dalam sosiologi di Indonesia.

Buku-buku sosiologi karya orang Indonesia mulai bermunculan. Antara lain, Mr. Djody Gondokusumo menulis Sosiologi Indonesia (1946), Bardosono (1950) menerbitkan diktat sosiologi, dan Hassan Shadily, M.A. menyusun buku berjudul Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia yang memuat bahan-bahan pelajaran sosiologi modern. Kemudian, Major Polak, seorang warga Negara Indonesia bekas Pangreh Praja Belanda yang berkesempatan mempelajari sosiologi di Universitas Leiden di Belanda menerbitkan buku berjudul Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas,  dan Pengantar Sosiologi Pengetahuan Hukum dan Politik (1967). Sebelumnya, muncul karya-karya Selo Soemardjan, di antaranya Social Change in Yogyakarta (1962) yang sebenarnya adalah disertasi Selo Soemardjan saat memperoleh gelar doktor dari Cornell University. Isinya tentang perubahan-perubahan sosial di Yogyakarta sebagai akibat revolusi sosial politik pada waktu pusat pemerintahan di Yogyakarta. Selanjutnya, Selo Soemardjan bekerja sama dengan Soelaeman Soemardi menulis buku berjudul Setangkai Bunga Sosiologi (1964). Saat ini semakin banyak sumber belajar sosiologi, bahkan telah ada sejumlah Fakultas Ilmu Sosial dan Politik yang memiliki jurusan sosiologi, seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Sebelas Maret, Universitas Hassanudin, dan Universitas Andalas. Dari jurusan sosiologi itu, diharapkan sumbangan dan dorongan lebih besar untuk mempercepat dan memperluas perkembangan sosiologi di Indonesia untuk kepentingan masyarakat, karena sosiologi sangat diperlukan apabila seseorang ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat, yang selanjutnya dapat dipakai untuk membuat kebijakan yang tepat bagi perkembangan masyarakat.

Teori Sosiologi Klasik Ferdinand Tonnies

Sabtu, 20 September 2014


                                                                   

Ia adalah sosiolog berkebangsaan Jerman (1855-1936). Tonnies tertarik pada bentuk – bentuk kehidupan sosial. Kajianya mengenai bagaimana warga suatu kelompok mengadakan hubungan dengan sesamanya. Artinya, dasar hubungan tersebut yang menentukan bentuk kehidupan sosial.Tonnies berpendapat bahwa dasar hubungan tersebut disatu pihak adalah faktor perasaan, simpati pribadi dan kepentingan bersama. Di pihak lain dasarnya adalah kepentingan-kepentingan rasional dan ikatan-ikatan yang tidak permanen sifatnya.  Bentuk kehidupan sosial yang pertama dinamakanya paguyuban (gemeinschaft), sedangkan yang kedua adalah patembayan (gesellschaft). 

Paguyuban (gemeinschaft) adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan adalah rasa cinta dan rasa persatuan batin yang juga nyata dan organis. Bentuk paguyuban  (gemeinschaft), dapat ditemukan dalam kehidupan keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga
Sedangkan patembayan (gesellschaft), merupakan bentuk kehidupan bersama yang merupakan ikatan lahir yang bersifat ikatan pokok dan biasanya untuk jangka waktu yang pendek, strukturnya bersifat mekanis. Bentuk gesellschaft, misalnya terdapat pada organisasi pedagang, organisasi suatu pabrik atau organisasi industri.

Teori Sosiologi Klasik Herbert Spencer

 
Pemikir teori sosiologi klasik lainya ; Herbert Spencer ( 1820-1903). Spencer lahir di Derby, Inggris, 27 April 1820. Salah satu karya spencer adalah prinsip-prinsip Sosiologi (Prinsiples of sociology/1896). Spencer tertarik pada teori evolusi organisnya Darwin dan ia melihat adanya persamaan dengan teori ovolusi sosial-peralihan masyarakat melalui serangkaian tahap yang berawal dari tahap kelompok suku yang homogen dan sederhana  ke tahap masyarakat modern yang kompleks. Spencer menerapkan konsep yang konsep bahwa yang terkuatlah yang akan menang. Spencer menamakan prinsip ini “kelangsungan hidup mereka yang sepadan ( survival of the fittest”).

Untuk itu menurut Spencer kehidupan masyarakat itu harus dibiarkan berkembang sendiri, lepas dari campur tangan yang hanya akan memperburuk keadaan. Ia menerima pandangan bahwa institusi sosial, sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi secara progresif dan positif terhadap lingkungan sosialnya.
Dalam mengembangkan teorinya dengan membangun dua perspektif, yaitu :
1.      Peningkatan ukuran ( size )
Yakni masyarakat tumbuh melalui perkembangbiakan individu dan penyatuan kelompok-kelompok (compounding). Peningkatan ukuran masyarakat menyebabkan stukturnya makin meluas dan makin terdiferensiasi serta meningkatkanya diferensiasi fungsi yang dilakukanya. Disamping itu pertumbuhan ukurannya masyarakat berubah melalui penggabungan, yakni makin lama makin menyatukan kelompok-kelompok yang berdampingan. Dalam pembahasan ini Spencer berbicara tentang gerak evolusioner dari masyarakat yang sederhana ke penggabungan tiga kali lipat (doubly compund)dan penggabungan tiga kali lipat (trebly-compound).
2.      Perkembangan masyarakat militan ke masyarakat industri
Pada mulanya, masyarakat militan dijelasakan  sebagai masyarakat terstruktur guna melakukan perang, baik yang bersifat defensif maupun ofensif. Walaupun Spencer kritis terhadap peperangan, namun ia menduga pada periode awal peperangan berfungsi mengumpulkan masyarakat (misalnya, melalui invasi militer) menjadi kumpulan masyarakat baru dengan kuantitas yang dibutuhkan untuk membangun maasyarakat industri. Bagaimanapun juga, sejalan dengan semakin tumbuhnya masyarakat industri, maka fungsi perang sebagai agen perubahan berakhir dan berubah menjadi penghambat proses selanjutnya dari evolusi. Masyarakat industri didasarkan pada persahabatan, tidak egois elaborasi spesialisasi, penghargaan terhadap prestasi-bukan pada karakteristik, bawaan seseorang, dan berdisiplin tinggi. Masyarakat seperti ini disatukan oleh kontrak relasi sukarela dan yang lebih penting lag kualitas moral yang sama. Peran pemerintah hanya di batasi dan difokuskan pada apa yang seharusnya todak dilakukan masyarakat.

Teori Sosiologi Klasik Georg Simmel



                             Georg Simmel : Masyarakat sebagai Interaksi

 1. Riwayat Hidup
Georg Simmel adalah seorang sosiolog dan filsuf Jerman yang hidup di tahun 1858-1928. Ia merupakan salah satu Faunding Father Sosiologi.  Simmel terkenal dengan karyanya tentang masalah-masalah skala kecil, terutama tindakan dan interaksi individual. Simmel melihat bahwa salah satu tugas utama sosiologi  adalah memehami interaksi antara  individu. Akan tetapi, sejumlah besar interaksi dalam kehidupan sosial mustahil akan dapat dikaji tanpa peralatan konseptual  tertentu. Simmel merasa bahwa ia dapat memisahkan sejumlah terbatas bentuk-bentuk interaksi yang dapat ditemukan dalam sejumlah besar  situasi sosial. Jadi dengan berbekal peralatan konseptual, dia dapat menganalisis dan memahami situasi interaksi yang berbeda.

Karyanya berpengaruh besar terhadap interkasionisme simbolik yang memusatkan perhatian pada interaksi. Karyanya yang terkenal “Philosphy of Monoy ” membuat karyanya menarik teoritisi yang berminat terhadap kultur dan masyarakat. Dalam menganalisi interaksi, menurut Simmel sosiologi peting jika sekelompok yang beranggota dua orang diubah menjadi tiga orang karena tuntutan pihak ketiga itu. Kemungkinan-kemungkinan sosial yang muncul dalam kelompok dua orang. hal ini jelas dalam analisisnya mengenai hubungan antara dua orang (dyad) dan hubungan tiga orang (triad). Hubungan-hubungan ini memunculkan struktur yang berskala luas.
Karya Simmel tentang “Philosphy of Monoy ” merupakan pusat perhatiannya pada kemunculan uang dalam masyarakat modern yang terpisah dari individu dan mendominasi individu. Kajian ini selanjutnya menjadi bagian yang lebih luas diantaranya karya Simmel tentang dominasi kultur sebagai suatu keseluruhan terdadap individu. Menurut Simmel, kultur dalam masyarakat modern dan seluruh komponennya yang beraneka ragam itu (termasuk ekonomi uang) akan berkembang, dan begitu sudah berkembang maka arti penting (peran) individu mulai menururn, misalnya, begitu teknologi industri berkembang maka ketrampilan individual menjadi kurang penting.
2. Karya dan Pemikirannya
a. Konsep Sosiasi
konsep sosiasi merupakan gagasan murni dari Simmel yang dianggap penting dalam sosiologinya. Sosiasi merupakan pengelompokan  sadar dari manusia. Sosiasi meliputi interaksi timbal balik. Melalui proses ini individu saling berhubungan dan saling mempengaruhi, yang akhirnya masyarakat itu sendiri muncul. Proses sosiasi sangatlah bermacam -macam, mulai dari pertemuan sepintas lalu antara orang-orang asing tempat-tempat umum sampai pada ikatan persahabatan yang lama dan intim atau hubungan keluarga.
Menurut Simmel bahwa sosiasi sendiri terdapat isi dan bentuk. Pertama, isi yang meliputi : insting erotik, kepentingan obyektif, dorongan agama, tujuan membela dan menyerang, bermain, keuntungan, bantutan atau intruksi, dan tidak terbilang  lainnya yang menyebabkan orang untuk hidup bersama dengan orang lainnya, untuk bertindak terhadap mereka, bersama mereka, melawan mereka. Kedua, bentuk-bentuk sosiasi, diantaranya : superordinasi (dominasi) dan subordinasi (ketaatan), kompentensi, konflik, isolasi, pembagian kerja, pembentukan partai, perwakilan, solidaritas ke dalam disertai dengan sifat menutup diri terhadap orang luar. Bentuk-bentuk ini bisa dimanifestasikan dalam negara, komunitas agama, komplotan, asosiasi ekonomi, sekolah kesenian, keluarga. Sedangkan bentuk lain dari sosiasi adalah sosiabilitas. Sosiabilita adalah bentuk interaksi yang terpisah dari isinya dan bersifat sementara (seperti, silaturrahmi).
Selanjutnya perhatian Simmel yakni mengenai proses-proses sosial yang lebih kompleks; contohnya diferensiasi sosial, perubahan dari basis organisasi sosial, perubahan dari basis organisasi sosial yang bersifat lokal ke yang fungsional, perubahan dari kriteria eksternal atau mekanik sebagai dasar untuk suatu organisasi sosial ke kriteria yang lebih rasional, dan memisahkan bentk dari isi, dan munculnya bentuk sebagai sesuatu yang bersifat otonom.
b. Superordinasi dan Subordinasi
Subordinasi sebagai suatu keadaan yang menekan, menyangkal atau mengediakan kebebasan subordinat. Perilaku superordinat, menurut Simmel bukan merupakan manifestasi dari karakteristik pribadi atau kemauan individu; perilaku itu mencerminkan tenggelamnya sebagian kepribadian pada pengaruh bentuk sosial. Simmel membedakan subordinasi dalam tiga jenis. Pertama,subordinasi di bawah seorang individu. Dalam konteks ini subordinat dapat dipersatukan dan dapat pula menjadi oposisi, sangat tergantung pada kondisi. Kedua, subordinasi dibawah pluralitas individu. Kondisi ini memungkinkan subordinat mendapat perlakuan yang obyektif, adil dari superordinat. Hal ini pada masyarakat demoktratis. Ketiga, Subordinasi dibawah suatu prinsip ideal (umum): peraturan hati nurani. Hubungan antara subordinat diatur oleh prinsip-prinsip obyektif atau hukum-hukum dimana kedua belah pihak itu diharapkan untuk taat. Contoh pemimpin agama atau moral.
Secara umum, menurut Simmel bahwa terganggunya hubungan antara superordinat dan subordinat akan menyebabkan konflik. Konflik menurut Simmel dapat mempersatukan kelompok minoritas untuk melawan kelompok yang mayoritas dengan membentuk aliansi. Untuk mengakhiri konflik dapat melalui kompromi atau perdamian.  Beberapa bentuk konflik dapat berupa konflik hukum, konflik kelompok, konflik antar pribadi, dan lainnya.
c. Bentuk – bentuk Sosial
Perhatian Simmel yang berhubungan dengan bentuk-bentuk sosial adalah analisanya mengenai pentingnya jumlah terhadap hubungan sosial dan organisasi sosial. Proposisi yang mendasari analisa Simmel adalah bahwa begitu jumlah orang yang terlibat dalam interaksi berubah, maka bentuk interaksi mereka pun berubah dengan teratur dan dapat diramalkan.
Analisa Simmel yang terkenal mengenai bentuk sosial, yakni analisanya mengenai bentuk duaan (dyad) dan bentuk tigaan (triad). Beberapa penjelasan tentang bentuk sosial tersebut :
1)      Bentuk Duaan dan Tigaan
Keunikan bentuk duaan bahwa semua orang percaya rahasia dapat terjaga oleh satu orang dan pemenuhan kebutuhan dapat lebih intim dan unik secara emosional.
2)        Bentuk Tigaan merupakan satu satuan sosial yang paling kecil, dimana masing-masing pihak dikonfrontasikan oleh suatu plularitas, dan dengan demikan harus menghitungkan tidak hanya kepribadian satu orang saja, tetapi juga dua orang yang lainnya. Ini berarti bahwa tidak mungkin bagi setiap orang untuk mencapai keakraban yang mungkin dalam suatu kelompok duaan; setiap orang yang akan merasa terpaksa untuk memperhatikan persamaan yang terdapat pada dua orang lainnya. Hadirnya pihak ketiga dalam hubungan duaan menjadikan suasana menjadi berubah; konflik, dukung-mendukung, penengah (obyektif tanpa memutuskan), persaingan (seperti Bapak-Ibu-Anak), Tertius Gaudens (pihak ketiga yang menyenangkan ; Dua pemuda satu gadis ) dan orang yang memecah bela dan menaklukan (devider and conqueror), Tertius Gaudensyaitu pihak ketiga yang mencari keuntungan dari persaingan dan konflik, contoh dua pemuda-sati gadis), sedangan Devider and conqueror, yaitu pihak ketiga yang sengaja membenturkan dengn harapan untuk memperoleh keuntungan dari kedua belah pihak.
d.   Kreativitas Individu dan Budayara Mapan
Dalam The Conflict in modern Culture, Simmel menjelaskan mengembangkan ide ini dengan menganalisa sejumlah bentuk mengenai ketegangan antara bentuk-bentuk budaya mapan dan dorongan Kreatif subyektif. Dalam seni, misalnya dalam seni, agama, perkawinana. Dalam analisa tersebut Simmel menjelaskan bahwa perkembangan kemampuan kreatif individu menurut untuk menginternalisasi produk budaya obyektif dan logika serta dinamika inheren dalam bentuk-bentuk budaya obyektif.
                 e.     Uang, Evolusi Sosial dan Gaya Hidup Masyarakat
Dengan kuantintasnya yang “menjadi alat tukar umum” uang muncul sebagai sebuah “alat universal” yang ditujukan untuk semua pemakaian. Uang membuka berbagai kemungkinan tindakan baru, dan memungkinkan masing-masing orang merealisasikan tujuan akhir yang khas, yang disebut Simmel sebagai rangkaian teologis. Hal ini memberi suatu kreativitas sekaligus ketidakpastian yang lebih besar kepada masyarakat.
Penggunaan uang memunculkan kecenderungan psikologis yang memiliki karakteristik seperti : ketamakan (jika hanya keinginan akan uang saja yang dominan); kekikiran, kesukaan berfoya-foya  (jika kesenangan bukan terletak pada obyeknya melainkan dalam pemborosan itu sendiri); kemiskinan atau kekurangan (jika berarti adanya usaha mencari keselamatan jiwa dengan menolak uang). Sekalipun demikian kedua kecenderungan yang paling terkait dengan konteks mentropolitan modern ini merupakan kecenderungan kasar yang secara sukarela menempatkan nilai pada niatnya dan apatis ( yang tidak lagi sadar akan perbedaan nilai ); uang  yang menjadikan segala benda bisa diperbandingkan akan memperkuat efek pemerataan nilai. Terakhir, uang ikut berpartisipasi dalam pembentukan gaya hidup masyarakat yang oleh Simmel diberikan ciri melalui tiga buah konsep yaitu jarak, ritme dan simetri.